Selasa, 23 April 2024

Pendidikan Di Masa Abbasiyah

 


Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai 656 H (1250 M). Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan maupun pendidikan Islam yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan kultur budaya yang terjadi pada masa-masa tersebut. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah dibagi dalam lima periode, yaitu: (Suwito, 2008: 11). Pertama:Periode I (132 H/750 M-232 H/847 M), masa pengaruh Persia pertama. Kedua Periode II (232 H/847 M-334 H/945 M), masa pengaruh Turki pertama. Ketiga

:Periode III (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia kedua.Keempat Periode IV (447 H/1055 M-590 H/1194 M), masa Bani Saljuk, pengaruh Turki kedua. Kelima : Periode V (590 H/1104 M-656 H/1250 M), masa kebebasan dari pengaruh Dinasti lain.

Zaman pemerintahan dinasti Abbasiyah dikenal sebagai zaman keemasan dan kejayaan Islam, secara politis para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan cinta ilmu pengetahuan sekaligus merupakan pusat kekuasaan politik dan agama. Disisi lain, kemakmuran masyarakat pada saat ini mencapai tingkat tertinggi. Pada masa ini pula umat Islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan sehingga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.

Dinasti Abbasiyah menyumbang peran penting dalam soal alih bahasa atau terjemahan, penerjemahan karya-karya penting sebenarnya sudah dimulai sejak pertengahan dinasti Umawiyah. Ketika kekuasaan beralih ketangan dinasti Abbasiyah, kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa Arab semakin marak dan dilakukan secara besar-besaran. Al- Manshur termasuk khalifah Abbasiyah yang ikut andil dalam membangkitkan pemikiran, dia mendatangkan begitu banyak ulama cendikia dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan ke Baghdad. Di samping itu, dia juga mengirimkan utusan untuk mencari buku-buku ilmiah dari negeri Romawi dan


mengalihkannya ke bahasa Arab. Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehingga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat. Adapun puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah yaitu al-Mahdi, al-Hadi, Harun al-Rasyid, al-Ma'mun, al- Mu'tashim, al-Wasiq dan al-Mutawakkil.

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Popularitas daulat 'Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikannya. Pada masanya juga sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian- pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuam, dan kebudayaan serta kekuasaan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Islam menempati dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. (Badri Yatim , 2010: 53).

Al-Makmun, pengganti al-Rasyid, ia adalah khalifah ketujuh Bani Abbasiyah yang melanjutkan kepemimpinan saudaranya, Al- Amin. Ia dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah al-Makmun memperluas Baitul Hikmah (House of Wisdom) yang didirikan ayahnya, Harun al-Rasyid sebagai perpustakaan, observatorium dan pusat penerjemahan, Pendirian Bait al Hikmah merupakan karya monumental Al Makmun yang dimaksudkan untuk memasukkan hal-hal positif dari kebudayaan Yunani ke dalam Islam. Bait al Hikmah merupakan pusat pengkajian dan penelitian berbagai macam ilmu sekaligus sebagai perpustakaan yang lengkap dengan team penerjemah. Team ini bertugas menerjemahkan teks-teks asli Yunani, Persia, Suryani dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab. Para penerjemah yang terdiri dari kaum Nasrani, Yahudi dan Majusi (sabaean) yang digaji oleh khalifah dengan gaji yang tinggi. Di samping dewan penterjemahan, beberapa dari rakyat yang kaya melindungi penterjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Pada masa inilah Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. (W. Montgomery Watt, 1972: 68). Dan selama pemerintahan Abbasiyah pertama, ada empat orang penterjemah yang terkemuka, yaitu, Hunayn bin Ishaq, Wa'qub bin Ishaq, dari suku arah Kinda, Thabit ibn Qurra dari Harran, dan Umar ibn al-Farrakhan dari Tabaristan. (Hasan Ibrahim Hasan, 1989: 134).


Sejak upaya penterjemahan meluas dan sekaligus sebagai hasil kebangkitan ilmu pengetahuan, banyak kaum muslimin mulai mempelajari ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa Arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut mempelajari, mengomentari, membetulkan buku-buku penterjemahan atau memperbaiki atas kekeliruan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan pendapat atau ide baru, serta memperluas penyelidikan ilmiah untuk mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan mencari manuskrip- manuskrip klasik peninggalan ilmuan yunani kuno, seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa ke Baghdad lalu diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai lembaga penelitian (Baitul Hikmah) sehingga melahirkan pemikiran- pemikiran baru.

Sejak akhir abad ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita di bidang ketatanegaraan dan politik seperti, khaizura, Ullayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusasteraan dikenal Zubaidah dan Fasl. Di bidang sejarah para ahli sejarah Arab mulai menyelidiki sejarah mereka sendiri, sebagian baik yang sudah kabur maupun hanya merupakan penanggalan cerita ataupun yang sudah tertulis dalam bentuk yang sudah disetujui dan cenderung kepada sekte keagamaan yang bermacam- macam. Ide/proposal penyusunan sejarah dalam ukuran besar didorong oleh paradigma orang- orang Persia seperti Pahlevi Khuday Namich atau sejarah-sejarah raja yang diterjemahkan oleh Ibn al-Muqaffa'dari bahasa Persia kuno ke dalam bahasa Arab dengan judul: sejarah raja-raja Persia (Turkish Muluk al'Ajam). Buku ini dianggap sebagai paradiqma penulisan sejarah. Hisham dari suku Kalb (619 M) dan ayah Muhammad merupakan ahli sejarah bangsa Arab pertama, mereka terkenal karena ketelitian dalam ceritanya. (Hasan Ibrahim Hasan, 1989: 135). Di bidang kehakiman, muncul Zainab Umm Al-Muwayid. Di bidang seni musik, Ullayyah dikenal sangat tersohor pada waktu itu.

Sementara di bidang pendidikan mendapat perhatian yang sangat besar, sekitar 30.000 mesjid di Baghdad berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah dibagi dua tahap, tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan ke-10 M) perkembangan secara alamiah disebut juga sebagai sistem pendidikan khas Arabia dan tahap kedua (abad ke-11 M) kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab. (Zuhairini, Moh. Kasiran, dkk., 1985: 99).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.

.
Terjemahan Al-qur'an per Kata

Donasi Dakwah

Donasi Dakwah "Mutsla"

Menebar Manfaat kepada sesama

Donasi ke :
Bank Muamalat no rek 7010115446
Bank BCA no rek 2140695397
a.n Syahroni Nur Wachid

Konfirmasi transfer ke : 082131174151
"Nama-Asal-Jumlah"

Donasi Dakwah Mutsla, menebar manfaat kepada sesama

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages

Syahroni Template

Kabartabligh.com mengabarkan dakwah islam

Kunjungi Kami