Selasa, 23 April 2024

Gerakan Pembaruan Pendidikan Islam



Setelah abad ke-13 ketika Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan, dunia Islam mulai mundur. Peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh kaum muslimin sebelumnya tidak nampak lagi. Bahkan kaum muslimin nampak statis dalam berbagai lapangan pemikiran.

Sejak itu kondisi dunia Islam dengan berbagai aspeknya menarik perhatian banyak kalangan. Dari pihak kaum muslimin terdapat dua kelompok. Pertama, mereka yang menyadari tentang keadaan kaum muslimin dan menilai bahwa praktek keagamaan umat Islam telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Mereka berpendapat jika

umat Islam kembali kepada prinsip-prinsip ajaran Islam yang benar dan menggerakkan semangat ijtihad dalam setiap proses berfikir, maka kaum muslimin akan memperoleh kembali kemajuan sebagaimana yang pernah dicapainya pada waktu lampau. Mereka inilah yang dengan gigih memperjuangkan ide-ide Islam ke dalam usaha pembaharuan masyarakat Islam. Kedua, mereka yang berpegang teguh kepada tradisi abad pertengahan beranggapan bahwa apa yang telah dicapai oleh para ulama Islam terdahulu di bidang pemikiran agama, terutama pemikiran imam mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) dinilai mutlak, dan tidak mungkin ada pemikiran lain yang bisa menandinginya. Atas dasar pandangan ini tertanamlah rasa skeptisme dalam tubuh kaum muslimin. Kelompok yang kedua ini mewakili kaum tradisional dalam masyarakat Islam. mereka menolak setiap pembaharuan di dalam Islam, dan mengatakan bahwa setiap perubahan merupakan rongrongan terhadap agama itu sendiri.

Di Indonesia proses reformasi pemikiran Islam, terjadi setelah terbukanya komunikasi yang luas dengan negara-negara Timur Tengah yang menjadi pusat Islam. Proses perubahan ini dilakukan oleh individu dan kelompok masyarakat yang ingin memperjuangkan identitas dan prinsip ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia. usaha tersebut direalisir dengan mendirikan organisasi tertentu. Di antara organisasi tersebut adalah organisasi Muhammadiyah. Muhammadiyah dipandang memiliki peranan yang sangat penting dalam menyebarkan ide-ide pembaharuan Islam dan memiliki pengaruh yang sangat kuat di kalangan masyarakat menengah Indonesia.      Muhammadiyah dapat dikatakan trendsetter dan dapat


diibaratkan sebagai lokomotif penarik gerbong gerakan reformis Indonesia. hal ini dapat dilihat dari luasnya cakupan reformasi Muhammadiyah yang tidak hanya bergerak dalam tataran reformasi pendidikan tetapi juga diberbagai bidang lain seperti menjadi pelopor pendirian pantipanti asuhan, rumah sakit, Bank Pengkreditan Rakyat, Baitul Mal wa at-Tamwil dan lain sebagainya sebagai ciri masyarakat modern.

Gerakan pembaharuan Muhammadiyah dalam berbagai bidang, khususnya gerakan pembaharuan Muhammadiyah dalam pendidikan. Karena awal cikal bakal berdirinya Muhammadiyah diilhami dan dimotori oleh gerakan pendidikan dan pendidikan menjadi area of concern Muhammadiyah dalam eksperimen pendidikan Islam modern abad 20 yang pada akhirnya melahirkan berbagai kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat Indonesia.

 

K.H. Ahmad Dahlan: Tokoh Pendiri Muhammadiyah

Ahmad Dahlan adalah tokoh penting dalam sejarah pendidikan dan keagamaan di Indonesia pada awal abad ke-20. Ia lahir pada 1 Agustus 1868 di Yogyakarta, yang saat itu masih merupakan bagian dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Ahmad Dahlan merupakan seorang ulama, pendidik, dan aktivis sosial yang dikenal karena perannya dalam mendirikan Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam yang berfokus pada pendidikan, keagamaan, dan kesejahteraan umat.

Sejak muda, Ahmad Dahlan telah menunjukkan minat yang kuat dalam bidang keagamaan dan pendidikan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Tarbiyah Islamiyah, ia melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, di mana ia belajar ilmu agama dan bahasa Arab.

Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1897, Ahmad Dahlan merasa terdorong untuk mengatasi berbagai tantangan sosial dan pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat Muslim. Pada 18 November 1912, ia mendirikan organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan umat Islam.

Melalui Muhammadiyah, Ahmad Dahlan membangun jaringan sekolah-sekolah modern yang menggabungkan pendidikan agama dengan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah ini menjadi penting dalam menyebarkan ajaran Islam yang moderat dan memajukan kemajuan sosial dan ekonomi umat Muslim.


Selain sebagai pendidik, Ahmad Dahlan juga aktif dalam kegiatan sosial dan dakwah Islam. Ia mendorong umat Muslim untuk memperkuat nilai-nilai agama, moralitas, dan etika dalam kehidupan sehari-hari.

Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 23 Februari 1923 di Yogyakarta, tetapi warisannya terus hidup melalui Muhammadiyah dan kontribusinya yang besar terhadap perkembangan pendidikan dan keagamaan di Indonesia. Ia diakui sebagai salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam membentuk identitas dan peradaban Islam di Indonesia.

 

Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Mustafa Kemal Pasha dan Ahmad Adaby Darban mengatakan bahwa secara garis besar faktor utama yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah adalah:

1.    Faktor subjektif. Faktor ini dapat dikatakan sebagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah. Muhammadiyah merupakan hasil pendalaman Ahmad Dahlan terhadap al-Qur`an. Selain gemar membaca al-Qur`an, ahmad Dahlan juga mengkaji isi kandungan al- Qur`an. Sikap ini pulalah yang dilakukan Ahmad dahlan ketika mengakaji QS Ali Imron ayat 104 yang artinya:

“Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, meyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Dalam memahami seruan ayat ini, Ahmad Dahlan tergerak hatinya membangun sebuah perkumpulan atau organisasi yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmat melaksanakan dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat.

2.    Faktor objektif. Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah, yang dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yakni faktor-faktor yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia dan eksternal yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.

3.    Faktor objektif bersifat internal, yakni ketidakmurnian ajaran Islam akibat tidak dijadikan al-Qur`an dan al-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat dan lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum


mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku khalifah Allah di bumi.

4.      Faktor objektif eksternal, yaitu: semakin meningkatnya gerakan kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan penetrasi bangsa-bang Eropa terutama bangsa Belanda ke Indonesia, demikian pula Mukti Ali menyimpulkan bahwa dari sekian banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah, setidaknya tersimpul dalam empat faktor yang utama. Pertama, ketidakbersihan dan campur aduk kehidupan agama Islam di Indonesia. Kedua, ketidakefisienan lembaga-lembaga pendidikan Islam Indonesia. Ketiga, aktifitas misi-misi Khatolik dan Protestan. Keempat, sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap merendahkan golongan intelegensia terhadap Islam.

 

Sementara Achmad Jainuri menambahkan bahwa faktor eksternal kelahiran Muhammadiyah selain berkaitan dengan politik Belanda terhadap kaum muslimin Indonesia, juga karena pengaruh ide dan gerakan di Timur Tengah,dan juga kesadaran beberap pemimpin Islam terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh Barat.

Dalam perspektif Islam, kelahiran Muhammadiyah didorong oleh kesadaran tanggung jawab sosial yang ada masa itu sangat terabaikan. Dengan kata lain doktrin sosial     tidak   digumulkan              dengan realitas      kehidupan  umat.                 Muhammadiyah mencanangkan               agenda perjuangan    yang       sejalan   dengan   gagasan-gagasan modernisasi

Islam yang berkembang di dunia Islam. Purifikasi, kembali kepada al-Qur`an dan Sunnah, kritik terhadap taqlid untuk membuka kembali pintu ijtihad, modernisasi pendidikan, dan aktivisme sosial merupakan agenda-agenda utama Muhammadiyah.

 

Gerakan Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah

Muhammadiyah, sebagai gerakan reformasi pendidikan, mengimplementasikan ide-idenya melalui berbagai upaya, seperti mendirikan madrasah dan pesantren yang menyertakan kurikulum pendidikan umum dan modern. Mereka juga mendirikan sekolah umum dengan menambahkan kurikulum keislaman. Lembaga-lembaga pendidikan ini dikelola melalui Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, mulai dari tingkat pusat hingga cabang.


Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah bertugas menyelenggarakan amal usaha di bidang pendidikan, mengacu pada keputusan muktamar, musywil, dan musda. Untuk memberikan acuan yang jelas dalam penyelenggaraan pendidikan, mereka merumuskan keputusan bersama dalam rapat kerja nasional.

Muhammadiyah juga berusaha mengubah sistem tradisional pondok pesantren dengan memperkenalkan model baru yang menggabungkan unsur-unsur Islam dengan sistem administrasi modern. Sebagai contoh, mereka mendirikan Pondok Muhammadiyah, yang merupakan pembaharuan dalam pendidikan Islam dengan mengintegrasikan ilmu agama dan umum.

Pada tahun 1924, Pondok Muhammadiyah bertransformasi menjadi Kweekschool Muhammadiyah, yang kemudian terbagi menjadi Kweekschool Muhammadiyah Putri (Madrasah Muallimat Muhammadiyah) dan Kweekschool Muhammadiyah Putra (Madrasah Muallimin Muhammadiyah).

Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah serupa dengan sekolah Belanda, namun menambahkan mata pelajaran agama dalam kurikulumnya. Salah satu contohnya adalah HIS met the Quran, yang kemudian menjadi HIS Muhammadiyah. Muhammadiyah juga mendirikan sekolah dasar pertama pada tahun 1915 dengan kurikulum modern yang meliputi pendidikan agama Islam dan mata pelajaran lain seperti di sekolah-sekolah pemerintah.

Karakteristik utama dari lembaga pendidikan modern Muhammadiyah adalah HIS met the Quran atau "sekolah umum plus", yang merupakan perpaduan antara pendidikan Islam tradisional dan pendidikan Barat modern. Model ini menjadi alternatif bagi madrasah dan sekolah sekuler, sehingga memainkan peran penting dalam rekonsiliasi antara intelektual Muslim dan cendekiawan Barat. Sistem pembelajaran tradisional juga digantikan dengan sistem kelas, dan prestasi belajar diukur melalui ujian-ujian yang berpengaruh terhadap kenaikan kelas dan kelulusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.

.
Terjemahan Al-qur'an per Kata

Donasi Dakwah

Donasi Dakwah "Mutsla"

Menebar Manfaat kepada sesama

Donasi ke :
Bank Muamalat no rek 7010115446
Bank BCA no rek 2140695397
a.n Syahroni Nur Wachid

Konfirmasi transfer ke : 082131174151
"Nama-Asal-Jumlah"

Donasi Dakwah Mutsla, menebar manfaat kepada sesama

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages

Syahroni Template

Kabartabligh.com mengabarkan dakwah islam

Kunjungi Kami